Keindahan Petir Tak Serumit Cara Terbentuknya Petir
Petir Menyambar | Foto: Wikipedia |
Siapakah dia? Dialah petir, gejala alam yang biasanya muncul pada musim hujan di saat langit memunculkan kilatan cahaya sesaat yang menyilaukan, sebuah kejutan listrik dalam bentuk garis terang dari langit. Bagiku petir adalah keindahan paling indah nomor dua setelah wanita. Sore yang mendung ini aku coba mencari-cari keindahan itu. Tekatku bulat, sebelum hujan turun, kira-kira sudah akan turun, aku harus sudah berada jauh dari rumah. Aku rindu dinginnya basah kuyup karena hujan. Ah padahal beberapa waktu lalu aku merutuk hujan yang jatuh diwaktu yang tak tepat pada post Bercengkrama Dengan Alam Jember: Pesona 3 Pantai. Rutukan ini bukan rutukan kebencian. Rutukan ini ibarat kita sedang bercinta dengan kekasih kita lalu tiba-tiba selingkuhan kita yang paling kita sayang datang secara tiba-tiba.
Kali ini aku ingin seperti anak kecil lagi, bergumul dengan hujan sampai basah, sampai menggigil, sampai puas. Basah-basahan dengan hujan bukan berarti aku mengikuti sebuah kata-kata semi-mutiara yang mengatakan, "Menangislah dibawah hujan, karena hujan bisa menyembunyikan air matamu". Tentu saja tidak, karena bukan menangis caraku melupakan masalah, karena aku bukan lelaki cengeng.
Aku ingin kedinginan sampai mulutku membiru hanya untuk bisa bercengkrama dengan petir, melihat keindahan petir. Aku tak peduli meskipun aku tak bisa bercengkrama secara langsung dan hanya bisa melihat keindahannya dari jauh. Aku memang pengecut yang sekedar berani menjadi seorang secret admirer petir. Aku tak Peduli! Keindahan petir yang begitu dahsyat memang selalu membuat nyaliku ciut tapi tak pernah menghilangkan hasratku untuk menikmati tiap jengkal keindahannya dari jauh.
Seperti yang sudah ku ungkapkan sebelumnya bahwa Selasa 8 April 2014 pukul 14.45 langit sekitar Jember mendung. Aku langsung membawa sepeda motorku untuk berkeliling Jember dengan harapan ditengah jalan hujan akan menyapaku. Lima menit diatas sepeda motor hujan tak juga datang menyapa. Justru beberapa ruas jalan basah seperti baru saja disapa hujan.
Aku coba mengulur waktu dengan membeli pulsa disebuah kedai pulsa. Berpura-pura lupa nomor handphone agar bisa berlama-lama di kedai itu. Selain menginginkan hujan datang, penjaga kedai pulsa itu manisnya bukan main. Tapi aku juga tak bisa berlama-lama pura-pura lupa, karena si Mbak penjaga menawarkanku voucher gesek yang mau tidak mau ku terima. Kulanjutkan perjalanan dan harapanku agar hujan segera menyapa.
Aku mulai heran mendung segelap itu tapi kenapa hujan tak segera datang menghampiriku? Tapi tak cukup gelap juga untuk menghadirkan petir dihadapanku. Aku mulai sedikit berprasangka lagi, "Ah mungkin Allah sedang tak menginginkan aku kedinginan, tak ingin aku sakit". Baru saja aku berprasangka, rasa syukurku pun muncul. Akhirnya hujan datang menghampiriku. Cukup deras. Aku pun mendongak melihat keadaan awan. Tapi gerakan dan warna awan yang seperti itu tak mungkin bisa mendatangkan petir. Tak apa lah, yang penting satu hasratku, hasrat untuk bergumul dengan hujan sampai kedinginan, sampai mulutku biru, sampai basah, sampai menggigil puas.
Tak sampai 5 menit hujan menyapa, tiba-tiba sudah menghilang. Aku berpikir mungkin aku salah arah, mungkin arah yang ku tuju memang belum waktunya disapa hujan. Aku memutar arah mencari hujan lagi. Tapi hujan menghilang entah kemana. Meskipun aku mulai kedinginan tapi aku tak basah kuyup. Baju memang basah, celanaku memang basah. Tapi itu cuma bagian depan. Punggung dan pantatku terasa tak basah.
Ku kendarai sepeda motorku pelan-pelan, berharap hujan segera hadir kembali. Tapi apa daya sampai depan gang rumah hujan tak lagi menyapa. Aku sudah terlanjur tak kuasa menahan dingin, pulang satu-satunya pilihanku. Tapi ketika aku mandi untuk membersihkan sisa pergumulanku dengan hujan, dia hadir kembali menyapa, lebih deras, lebih menggairahkan. Tak lama berselang suara gemuruh lirih pun menyaut. Aku juga tak mungkin berlari begitu saja menyambut hujan seperti orang gila. Aku cuma bisa pasrah karena kami bertiga hari ini memang belum berjodoh.
Sampai post ini ku tulis pun hujan masih terus sayup-sayup menyapa. Meskipun sayup, aku yakin jika keluar rumah aku akan basah kuyup dibuatnya. Tapi buat apa!? Aku yakin petir sudah tak akan hadir lagi mengingat bentuk awan saat perjalanan tadi, apalagi suasana memang sudah gelap. Malam telah menyambut, mentari sudah berada di perinduannya.
Petir, keindahanmu sungguh nyata. Keindahanmu tak serumit caramu terbentuk. Itulah mengapa aku menyukaimu sejak kecil. Cahayamu yang berkilat-kilat saat didalam rumah dan indah saat terlihat langsung meskipun itu mengejutkan.
Jika sekali lagi aku boleh membicarakan soal kematian, jika aku bisa memilih caraku mati, aku rela mati tersambar petir. Ini bukan perkara aku ingin menjadi seperti Elektra, karakter yang diciptakan oleh Dewi 'Dee' Lestari pada novelnya Supernova - Petir (2004). Elektra menjadi sakti setelah tersambar petir. Ini juga bukan perkara aku ingin menjadi seperti Carson Phillips, karakter yang diciptakan oleh Chris Colfer pada novelnya Struck by Lightning. Secara acak petir menemui Carson Phillips secara langsung. Carson, yang selama hidupnya ingin pergi ke Northwestern University untuk kemudian menjadi editor termuda untuk The New Yorker, pun meninggal di parkiran SMAnya. Banyak orang yang awalnya tak menyukainya malah merindukannya dikemudian hari.
Tidak, aku tidak ingin seperti itu. Aku ini lebih seperti seorang pecinta rokok yang rela terus merokok meski rokok mematikan. Seperti pecinta kuliner yang asik memakan sop kambing dan segala fastfood meskipun dihantui hipertensi. Seperti pendaki gunung yang rela mendaki gunung meskipun bisa mati dipuncak sana. Seperti pecinta seks yang rela terus mencari kepuasan duniawi meskipun penyakit AIDS yang mematikan mengintainya. Meskipun rela mati, tapi aku dan mereka tak akan mencari mati dengan apa yang kami sukai itu.
Petir semoga suatu saat aku bisa mengabadikan keindahanmu dengan kameraku dan memberi tahu teman-temanku betapa indahnya dirimu.
kalau saya sih lebih suka hujan daripada petir. Terlebih lagi, saya suka baunya hujan, khas. Wuah, kalo hujan sensasinya beda banget pokoknya
BalasHapusSaya juga suka hujan, tapi saya lebih suka apa yang dibawa oleh hujan. Saya suka bau tanah kering yang terkena hujan pertama.
Hapusgue pobia ama petir bray -__-
BalasHapusLoh kenapa? Bagus begitu kenapa di phobiain?
HapusItulah tanda bahwa nggak ada manusia yang boleh mengaku sebagai tuhan, kalau ada coba buat petir seperti itu.
BalasHapusBisa sih bisa, cuma nggak bisa buat yang sebesar itu :)
HapusBagiku petir bukan indah tapi serem dan menakutkan
BalasHapusIndah kok... kenapa setiap orang bilang serem ya?
Hapusandai gue pangeran zuko, pasti bikin petir tak serumit yang terlihat.
BalasHapusBukannya sampai buku terakhir Zuko tetep nggak bisa mengendalikan petir ya? Tapi dia bisa jurus penangkal petir bukan?
Hapusgimanapun indahnya petir cm indah klo lihat di foto doang deh.. :D
BalasHapusBukannya semua keindahan itu cuma bisa di lihat dan difoto aja ya Mbak? Kecuali istri sih hehehehe...
HapusGue suka hujan, bahkan gue juga sering sengaja hujan-hujanan di atas motor kalo pulang dari suatu tempat. Tapi gue gak suka hujan yang disertai petir.
BalasHapusGue juga suka hujan kok, gak cuma hujan, segala yang dibawa oleh hujan. Kecuali yang membawa hujan, mendung.
Hapushati2 mas bro. kalau mencari petir,bisa2 petirnya menyambar sampean :D
BalasHapusYa kalau kesambar petir itu berarti sudah waktuku.
Hapus