Aku ini tukang kritik atau tukang sinis?
sumber gambar ilustrasi: http://perkembanganbakat.blogspot.com/
Lari Dari Realita
Kau amati dirimu dari cermin“iya hari ini ku sempurna”Bertemu manusia-manusiaYang kau pikir juga sempurnaKau takkan pernah tahu nasib manusia sekitarmuKarena kau s’lama ini hanya melihat jiwamuHidup sempurnamu selalu berdiri yakinDi barisan terdepan pikiranmuReff 2x:Kau terus berlari dari realitaMendorong orang tak bersalahKau takkan bisa merubah apapunKarena tak ada hidup sempurnaKau tidak pernah menyadariDunia dan keterbatasannyaKau teruskan menyebarkan anganmuKau pikir s’lalu sempurnaKau takkan pernah tahu nasib manusia sekitarmuKarena kau s’lama ini hanya melihat jiwamuHidup sempurnamu selalu berdiri yakinDi barisan terdepan pikiranmu
Ditengah mumetnya mengerjakan skripsiku, aku mendengar lagu Sherina ini. Saat aku mengakatakan bahwa aku gak 100% seperti lagu ini, memang begitu adanya. Kenapa? karena aku masih bingung, sebenarnya aku atau orang-orang itu yang lari dari realita?
Rasa ingin menulis ini terinspirasi renungan yang muncul di otakku saat mendengarkan lagu "Lari Dari Realita" ini. Aku sebenernya gak suka, dan benar-benar gak suka sama orang yang menasehati orang lain dengan menggurui dan menganggap pengalaman serta mental orang yang dinasehati sama dengan dirinya (itulah yang membuatku akhir-akhir ini aku gak suka sama motivator seperti MTGW itu). Tapi keadaannya adalah sadar atau tidak (mungkin akhirnya sadar setelah melakukannya tapi terlambat untuk menghapus atau mengulangnya lagi) aku pun melakukan hal seperti itu pula. Aku terkadang memberikan saran dan nasehat untuk orang yang bertanya apa pendapatku seakan-akan dia adalah aku dan apa yang akan dilaluinya akan sama seperti apa yang pernah dilalui olehku. Dengan tulisan ini aku meminta maaf kepada orang-orang yang mungkin pernah aku perlakukan seperti itu. Meski pada awalnya aku gak mau seperti orang yang menggurui atau menasehati dengan kata-kata mutiara yang indah terangkai, tapi pada akhirnya (dengan tanpa sadar) seperti itulah aku. Aku akui memang aku adalah seorang pendengar yang baik, tapi ya hanya bisaku mendengar yang baik bukan memberi saran atau nasehat yang baik. Bukan berarti gak berusaha untuk menjadi baik, udah diusahakan, tapi pada akhirnya aku merasa kurang baik untuk menansehati atau memberi saran (ntah apa yang ada pada pikiran yang ku beri saran). Pandangan orang tentang nasehat baik atau tidak itu berbeda-beda. Buatku sendiri nasehat yang baik itu tidak menggurui tapi memberi contoh. Sedangkan menurut sedikit pengamatanku, tak jarang saat orang meminta saran atau nasehat ingin mendengar nasehat yang memang ingin didengarkannya meski terkadang itu gak baik untuk dia. Orang seperti ini meminta saran bukan benar-benar untuk direnungkan, tapi mencari dukungan atas apa yang ingin dilakukannya, benar atau tidak coba renungkan kita pasti pernah seperti ini. Jadi saat seperti ini, nasehat yang baik adalah nasehat yang ingin kita dengarkan atau atau sebuah dukungan atas tindakan kita.
Selain tak jarang memberi nasehat yang kurang baik (versiku), aku juga sering sekali mengkritik orang lain. Ini adalah penyakit terburukku, seakan akan aku benar sendiri dan paling sempurna. Hal-hal sepele yang gak sejalan dengan pemikiranku pasti aku kritik atau paling tidak aku komen tidak setuju. Hal-hal spele itu biasanya orang update status yang kurang pas dengan pemikiranku. Aku nyrocos gak berhenti mengatakan tidak setuju ini dan itu. Beberapa waktu lalu aku membaca status seorang teman di beranda Facebookku, yang meski aku gak pernah mengenalnya tapi aku sendiri mengagumi kecantikannya, kurang lebih seperti ini statusnya,
"gak ada salahnya mengkritik dan malah kadang kritik itu memang perlu dilakukan, tapi jangan jadi orang yang offensive nanti malah banyak yang membencimu".
Meski aku yakin status itu tidak ditujukan untukku, selain karena kami tak mengenal satu sama lain dan sebenernya di awal status itu dia menyebutkan namanya sendiri, tapi sejak itu aku mulai berpikir dua kali untuk mengkritik atau setidaknya menuliskan kata ketidak setujuanku pada status orang lain dan bertanya pada diriku sendiri, "selama ini aku ini tukang kritik atau tukang sinis?". Aku mulai berpikir keras lagi, apa yang ada pada benak orang-orang yang selama ini aku kritik sinis ya? dan aku sendiri kalau dikritik sinispun pasti juga ngrasa gak enak meski aku pasti akan lebih mengerti dan mentalku terbentuk semakin matang. Selama ini aku pikir dengan mengkritik sinis akan berefek sama sepertiku, akan lebih mengerti dan mentalnya terbentuk semakin matang. Ternyata tidak semua orang merespon seperti itu. Terkadang bisa merasa down dan emosi atau terbentuk semakin matang tergantung pada
kemampuannya dalam meresponnya. Harus ku akui tak jarang memang, karena mulut besarku ini aku kehilangan teman.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah "aku mengkritik, apakah hanya untuk membuat aku kelihatan lebih baik
dari mereka?". Hatiku pun mencelos menjawab "bisa jadi iya". Setelah mencari bahan sana-sini tentang kritik, aku mendapati dari sumber yang terpercaya bahwa,
"Mengkritik orang lain untuk meninggikan diri sendiri merupakan bentuk pemuasan ego yang paling rendah, pertanda ketidakmampuan berkompetisi dengan sportif. Pertanda merasa tidak aman. Ingatlah, seperti yang dikatakan dalam sebuah buku pengembangan pribadi bahwa kita tidak perlu mendekorasi pekarangan tetangga dengan tisu kamar mandi hanya untuk membuat teras rumah kita kelihatan lebih indah. Tidak perlu meniup lilin orang lain untuk membuat lilin kita bersinar."
Astagfirullah... jadi selama ini aku hanya memuaskan egoku yang paling rendah. Akupun bertekat untuk mempelajari esensi dari kritik mengkritik.
Sebenernya tujuan kritik itu mestinya membantu, bukan mempermalukan. Jadi perlu dipikirkan kembali modus atau dasar pemikiran dari kritik itu sendiri. Kembali ke sumber yang aku baca tadi, dituliskan juga
Sebelum mengkritik, agar tidak menimbulkan sakit hati, tanyakan pada diri sendiri, apakah kritik ini benar-benar penting? Apakah memang harus dikritik? Sebab tidak tertutup kemungkinan kritik dilontarkan dan terlibat dalam pertarungan kata-kata, yang sebenarnya tidak perlu terjadi hanya karena kesombongan. Lebih baik menghindari kritik sepele, yang hanya merendahkan orang lain. Orang yang suka merendahkan orang lain akan rendah. Solusinya adalah dengan melihat jauh ke depan, ke arah tujuan yang lebih besar agar perhatian tidak direcoki oleh persoalan-persoalan yang sebenarnya tidak terlalu penting. Apabila persoalan itu perlu dikoreksi, kritik dan bersikaplah spesifik, to the point. Utarakan tepat ke jantung persoalan, dengan kata-kata yang tepat serta berikan contoh spesifik dan aktual. Artinya tidak perlu berkeliling ke sana ke mari alias ngalor-ngidul dengan persoalan tanpa pernah memberikan solusi. Jika tidak bisa bersikap spesifik, lebih baik menahan komentar. Jangan berargumen untuk kelemahan orang lain. Orang yang membeberkan persoalan dan koreksi negatif tanpa bisa menanganinya biasanya kurang dihargai, kurang kerjaan, kurang ajar.
Akan tetapi banyak orang mengkritik dan cenderung berpikir secara dikotomi saya
pintar-kamu kurang pintar, saya bisa berpakaian rapi-kamu tidak, dan lain-lain, sehingga
timbul sikap kamu kalah-saya menang, dan kamu mesti dikritik. Cara berpikir
seperti ini pada dasarnya cacat. Tapi memang betul loh, mengkritik seperti sudah
menjadi budaya sebagian besar orang dalam masyarakat kita. Bahkan kemampuan
mengkritik terkadang dijadikan ukuran tingkat kecerdasan seseorang. Semakin
mampu seseorang mengkritik, maka dianggap semakin cerdas pula orang tersebut. Karena sadar atau tidak, sebagian besar dari kita lebih suka mencari "siapa yang bertanggung jawab" dari pada mencari solusi bersama untuk itu dia (aku termasuk didalamnya) mengkritik. Kalau sudah seperti itu harus kembali kepada apa yang sudah aku katakan diatas bahwa tujuan kritik itu mestinya membantu.
Dari apa yang ku pelajari soal kritik mengkritik tadi aku menyimpulkan bahwa menyempurnakan ide yang kurang sempurna atau yang tidak sesuai dengan pola pikir kita, tidak selalu harus menggunakan kritik, apalagi kritik menjatuhkan. Bisa dengan cara sebaliknya yaitu memberi ide lain yg benar-benar baru / orisinil yang lebih baik. Atau bisa juga hanya dengan membantu memberi ide yang bersifat memperbaiki bagian yang menurut kita kurang baik. Di saat-saat tertentu memberi kritik memang perlu. Karena itu kita perlu menguasai seni mengkritik dengan baik. Semakin dalam kita mengerti seseorang, semakin kita menghargainya, semakin hormat perasaan kita kepadanya, meskipun ia punya kekurangan. Kalau persoalan itu memang perlu dikoreksi, kritiklah dengan manis.
Muncul tanda tanya besar di otakku. Lalu bagaimana sih mengkritik dengan baik itu?
- Tetap pada tujuan kritik, yaitu untuk membantu.
- Mengkritik tidak berdasarkan ego atau emosi.
- Mengkritik dengan diselipi ide atau gagasan.
- Mengkritik tidak dengan kritik negarif atau destruktif tapi dengan positif.
- Menggunakan kata-kata yang manis atau halus seperti menggunakan pertanyaan-pertanyaan: “Mengapa tidak menggunakan cara ... , sebab setahuku.. ?” atau “Mengapa tidak lewat .... karena berdasarkan pengalamanku ... ” atau “Apakah tidak sebaiknya ... ?”, “Apakah tidak lebih baik lebih baik.,menurutku bla bla .... ?” dan sebagainya.
Pada mukadimmah aku tuliskan sebuah pernyataan sekaligus pertanyaan "aku masih bingung, sebenarnya aku atau orang-orang itu yang lari dari realita?". Banyak hal yang aku kritik sebenernya hal-hal spele yang memang diajarkan pada kita sedari kecil dan aku tidak setuju itu. Seperti misalnya, 'mengalah itu bukan berarti kalah', 'rusak susu sebelanga karena nila setitik', 'diam adalam emas', 'orang sukses gak takut gagal', 'habis manis sepah dibuang', 'orang akan menghargai proses daripada hasil', 'hidup adalah pilihan', dan masih banyak lagi. Karena menurutku realitanya adalah seperti ini (sudah pernah aku tulis pada tulisanku sebelumnya sih),
- Mengalah itu bukan berarti kalah, realitanya adalah kalah ya kalah, gak ada kalah yang menang to? Apa lagi kalau ada orang yang suka koar-koar "aku gak kalah, tapi mengalah" itu bullshit. Karena bukan mengalah namanya kalo gak ada keiklasan didalamnya, itu namanya BENAR-BENAR KALAH.
- Rusak susu sebelanga karena nila setitik, realitanya adalah emangnya susu kalau kena tai cicak bisa rusak vitaminnya? memangnya kalau ada orang yang salah sedikit kemudian jasanya yang besar bisa hilang begitu saja? dilupakan sih iya.
- Diam adalam emas, realitanya adalah gak selamanya diam itu emas.
- Orang sukses gak takut gagal, realitanya adalah emang ada orang yang berani gagal?
- Habis manis sepah dibuang, realitanya adalah manisnya habis emang mau makan ampas? makanya jangan habis manisnya. (tulisan tentang ini memang ingin aku tuliskan tapi belum sempet ada waktu).
- Orang akan menghargai proses daripada hasil, realitanya adalah banyak orang yang menanyakan hasil daripada prosesnya, terbukti bahwa manusia kenyang memakan nasi bukannya kenyang dengan melihat proses memasak beras.
- Hidup adalah pilihan, realitanya adalah hidup anugrah Allah, yang merupakan pilihan adalah jalan hidup.
Sepertinya aku memang harus kembali membaca tulisanku sendiri, Berpikir... berpikir... berpikirlah yang baik, berpikirlah positif.
Barrakallahu minna wa minkum.
Posting Komentar untuk "Aku ini tukang kritik atau tukang sinis?"